Untuk menghindari penularan, warga diajarkan segera menjauh ke dalam hutan dan tinggal terpisah dalam kelompok-kelompok kecil yang hanya terdiri dari keluarga inti.
Sedangkan mereka yang sakit akan ditinggalkan di satu tempat khusus yang telah ditandai.
Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat adat Topo Uma di Sulawesi Tengah. Mereka telah memiliki pengetahuan lokal tentang penyakit menular yang terintegrasi dalam pola ruang dan perkampungan.
Jarak antardesa di wilayah adat ini relatif jauh. Selain itu, tiap keluarga memiliki Polompua, semacam rumah kebun yang bisa jadi tempat mengasingkan diri sambil menjalankan kegiatan berkebun.
Tradisi masuk dan menjauh ke dalam hutan juga dipraktikkan oleh Orang Rimba di Bukit Dua belas, Jambi. Orang Rimba menyebut tradisi ini sebagai Besesandingon, di mana mereka akan masuk ke hutan dan menetap dalam waktu tertentu di sana.
Selama masa Besesandingon ini, Orang Rimba juga melarang orang asing masuk. Ini menjadi cara bagi Orang Rimba untuk mencegah penularan penyakit.
Bagi masyarakat adat yang tinggal menetap dan wilayah ulayat, seperti Baduy di Banten, respons mereka terhadap pandemi dilakukan dengan cara menutup atau memperketat pintu masuk ke wilayah mereka.
Sejak pandemi, Orang Baduy Dalam sangat membatasi kedatangan orang luar, sehingga mereka mampu menjaga kampung mereka bebas dari kasus Covid-19.
Karantina wilayah serupa juga dilakukan masyarakat adat Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.