Beberapa rekomendasi yang dikeluarkan dalam laporan ini adalah perlunya penguatan peran pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), terutama puskesmas pembantu (Pustu) yang berada paling dekat dengan lokasi atau wilayah komunitas masyarakat adat, karena bisa menjadi kunci penguatan komunitas masyarakat adat.
Selain itu perlu adanya mobilisasi sumber daya manusia dan tenaga kesehatan di pustu-pustu sebagai sebuah langkah mitigasi kesehatan yang dapat dilakukan pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat adat.
Kehadiran pustu juga bisa menjadi media sosialisasi untuk menangkal berbagai disinformasi mengenai Covid-19 di lingkungan masyarakat adat.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, mengatakan Laporan Adaptasi dan Mitigasi Masyarakat Adat terhadap Pandemi Covid-19 bertujuan memberikan gambaran terkait dampak pandemi Covid-19 pada masyarakat adat serta bagaimana upaya adaptasi dan mitigasi masyarakat adat di Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda-beda.
“Laporan ini digali dari para pendamping dan anggota masyarakat adat di lapangan selama pandemi,” ujar Sjamsul dalam Bincang Ruang Adat dan Budaya yang diselenggarakan secara daring, pada Selasa, (15/2/2022).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, dalam strategi penanganan dampak pandemi pada masyarakat adat, sangat penting untuk memperhatikan latar belakang (kekhususan/keragaman) masyarakat adat yang berbeda-beda di setiap wilayahnya.
Menurutnya, penanganan berbasis karakteristik khusus masyarakat adat ini akan mendorong penanganan pandemi yang lebih berkeadilan, terutama bagi masyarakat adat yang telah memiliki kerentanan sebelum pandemi untuk mendapatkan prioritas penanganan.