PROFESI MEDIATOR PERLU MENJADI PILAR PENEGAK HUKUM
Oleh:
Dr. Muhammad Zainuddin, SH.,MH
Ketua Program Studi Hukum Universitas Karya Husada Semarang.
Penegak hukum merupakan suatu prefesi yang memiliki tugas dan wewenang secara yuridis untuk menegakkan keadilan, kalangan akademisi ataupun praktisi hukum mengenal adanya 5 pilar penegak hukum yaitu Kepolisian, Jaksa, Advokat, Hakim, dan Lembaga Pemasyarakatan. Institusi atau profesi penegak hukum tersebut memiliki tanggung jawab untuk menegakkan hukum serta memiliki kewenangan untuk penangkapan, memeriksa, mengawasi, memproses peradilan atau wewenang lain sesuai dengan perintah dari undang-undang masing-masing profesi atau instansi. Lahirnya undang-undang advokat melahirkan paradigma baru bahwa advokat merupakan salah satu penegak hukum sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki.
Proses penegakan hukum di Indonesia melalui beberapa peraturan perundang-undangan mewajibkan adanya proses mediasi sebelum dilakukanya sidang atas suatu perkara pada tingkat pertama. Tujuanya adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan sekaligus implementasi asas penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Secara makna mediasi sendiri merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator. Makna dari mediator sendiri yaitu pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mediator sendiri dapat dari Hakim ataupun non hakim yang telah memiliki sertifikat kompetensi mediator dan telah terdaftar di mahkamah Agung (MA). Pelaksanaan mediasi dalam sebuah segketa ataupun sebuah kasus hakikatnya telah mengimplementasikan dari falsafah bangsa Indonesia yaitu nilai pada sila Ke-empat permusyawaratan.
Faktor penting yang mempengaruhi berhasil atau tidak nya sebuah mediasi tentu tidak lepas dari peran seorang mediator yang menangani perkara tersebut. Tidak kalah penting juga adalah bagaimana seorang mediator wajib menjadi pihak yang netral serta menjaga kerahasiaan para pihak sesuai dengan asas yang menjadi pegangan profesi mediator.
Profesi mediator harus dilakukan peningkatan kualitas maupun kuantitasnya di Indonesia, hal ini dipengaruhi adanya kesadaran oleh masyarakat untuk Kembali kepada nilai-nilai luhur bangsa yang mengedepankan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Secara kuantitas profesi mediator masih sangat di butuhkan, selain pada instansi-instansi yang rentan terjadinya sengketa, perusahaan, maupun swasta lainya, bahwa Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 telah mengamanatkan bahwa proses berperkara di pengadilan baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan agama pada tingkat pertama wajib melalui prosedur mediasi.
Kedudukan profesi mediator dalam penyelesaiaan perkara sangat setrategis terlebih dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016. Penguatan profesi mediator dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus diperkuat, terlebih kedudukan secara hukum positif di Indonesia. Melalui penguatan hukum nantinya akan membawa dampak yang sangat positif bagi profesi mediator, sama halnya dengan profesi advokat di Indonesia yang mampu menjadi pilar penegak hukum. Patut diperhitungkan pula untuk prfesi mediator dapat menjadi pilar penegak hukum, mengingat peran, wewenang dan kedudukanya sangat setrategis dalam penanganan sengketa yang terjadi antara pihak.