TEMANGGUNG – Ayam cemani atau ayam kedu yang seluruh tubuhnya berwarna hitam memiliki harga jual yang bisa bikin geleng-geleng kepala. Ayam ini sebenarnya sudah bisa dibudidayakan.
Meski sudah bisa dibudidayakan, namun harga ayam ini tetap tinggi meski tidak setinggi sebelum banyak dibudidayakan. Sepasang anakan ayam cemani harganya mencapai Rp500.000-Rp750.000. Untuk sepasang indukan ayam kedu harganya Rp1 juta sampai belasan juta rupiah.
Harga ini tidak terlalu mahal dibanding pada 1997 sampai 2010 saat harga indukan mencapai Rp25 juta-Rp40 juta. Telurnya pun sampai dihargai Rp100.000/butir. Harga ayam kedu yang tergolong tinggi itu tidak mengurangi permintaan karena sangat diminati pasar untuk berbagai acara hingga ritual.
Harga ayam ini cenderung mengikuti ketersediaan populasi cemani di masyakarakat. Pada akhir 1985 jumlah ayam kedu di Kedu, Temanggung dan Desa Kalikuto, Grabag, Magelang berkisar 8.500 ekor. Saat 1997-2009, populasinya melorot dan hanya berkisar 2.000 ekor.
Sejak 2010 sampai sekarang popolasi cenderung normal yaitu berkisar antara 8.000 ekor. Ada sekitar 130 usaha rumahan milik penduduk Kedu dan Kalikuto mengembangbiakkan ayam ini sehingga populasinya kembali meningkat seperti 1985.
Untuk itu wakil Ketua DPRD Jateng Drs Heri Pudyatmoko minta agar rasa yam cemani tetap dipertahankan sebagai salah satu kekayaan daerah. “Ayam cemani itu salah satu ayam khas Temanggung, jadi keberadaannya harus dipertahankan dan dikembangkan,” ujar Heri Pudytamoko.
Saat ditemui usai kegiatan sosialisasi perda-non perda DPRD Jateng yang dilaksanakan di Rumah Makan Liechan Kedu pada Rabu (20/7), politisi Partai Gerindra ini mengatakan potensi ayam cemani secara ekonomi cukup menjanjikan.
“Harganya relative mahal dan bisa dikembangbiakan, saya kita ini bisa menjadi usaha peternakan yang cukup menjanjikan,” katanya.
Dikatakan, ayam ini berhasil dibudidayakan di berbagai negara. Namun, jumlahnya tetap terbatas. Jumlah ayam cemani di seluruh dunia (kecuali Indonesia) diketahui hanya sekitar 3.500 ekor.
“Makanya kami berharap agar kita selalu melestarikan plasma nutfah ayam kedu dan ayamn cemani,” katanya. Jumlah ayam ini tak bisa banyak karena ayam cemani bertelur hanya sekitar 60- 80 butir per tahun. Sedangkan ayam kampung lainnya mampu bertelur sekitar 230 butir per tahun.
Sebenarnya ayam ini tidak bersifat endemik. Ayam jenis ini juga ditemukan di India dan dikenal sebagai ayam kadanath atau ayam kalimasi. Berbeda dengan ayam kedu di Indonesia, ayam kadanath dikonsumsi.
Ayam kalimasi diburu oleh penikmat kuliner di India karena kandungan proteinnya tinggi, sedangkan lemak serta kolesterolnya rendah. Mereka mengatakan bahwa daging ayam kadanath unik dan kaya rasa.
Ayam cemani juga ditemukan bahkan dibudidayakan di Florida, Amerika Serikat (AS), tepatnya oleh Greenfire Farm. Harga ayam cemani di AS berkisar US$199 sampai US$400 atau sekitar Rp2,78 juta-Rp5,6 juta per ekor. Di AS, ayam ini juga disukai penggemar kuliner karena rasanya unik.
Lalu mengapa ayam ini berwarna hitam? Ayam cemani ini sebenarnya ayam lokal biasa yang mengalami mutasi gen. Kebanyakan vertebrata termasuk ayam memiliki gen yang dikenal sebagai endothelin 3 atau EDN3 yang fungsinya antara lain untuk mengontrol warna kulit.
Pada migrasi gen normal, endothelin memicu perpindahan melanoblast (sel- sel yang menciptakan warna) ke sel di kulit dan folikel bulu. Tapi pada ayam cemani yang merupakan ayam dengan hiperpigmentasi. Hampir semua endothelin bereaksi dan memicu melanoblast sampai 10 di atas normal.
Ini kemudian mewarnai semua bagian pada ayam, dari mata, jeroan, daging, tulang sampai kuku ayam. Sehingga semua bagian tubuh ayam ini berwarna hitam seperti benda yang terkena tinta cumi-cumi yang pekat.
Ilmuwan vertebrata, Leif Andersen dari Universitas Uppsala, Swedia, mengatakan kasus mutasi gen mirip ayam cemani juga terjadi pada ayam svart hona yang gen kulitnya juga bermutasi menjadi berbulu lembut seperti kapas.
Kasus-kasus seperti itu juga muncul di kumbang hitam, flamingo, tokek sampai ular hitam, tapi mutasi gen pada ayam kedu, agak berbeda. Andersen mengatakan ayam kedu ini cukup beruntung karena mutasi genetik yang dialaminya hanya berpengaruh pada warna dan tidak pada kesehatan ayam.