Deputi Kesbang Kemenko Polhukam menekankan bahwa, Mahasiswa sebagai bagian generasi muda berpotensi menjadi pelopor dalam persatuan dan kesatuan sebagaimana pendahulu pejuang kemerdekaan yang mampu mempersatukan berbagai elemen masyarakat.
“Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi di universitas, selain menimba ilmu pengetahuan dan teknologi, juga harus meningkatkan rasa nasionalisme yang merupakan kesadaran setiap anggota bangsa sebagai bagian dari bangsa besar, berkewajiban mencintai dan membela negaranya,” jelas Gaffar.
“Membela negara sesungguhnya tidak hanya menjadi hak dan kewajiban konstitusional, melainkan juga kewajiban moral setiap warga Negara. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Konstitusi kita, yaitu Pasal 27 ayat (3) UUD 1945,” lanjut Dr Janedjri.
Dr Janedjri M Gaffar MSi menjelaskan bahwa, bela negara adalah sikap seseorang dalam menjaga kedaulatan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara,” jelas Deputi Kesbang Kemenko Polhukam.
BACA JUGA : Prof Sudharto: USM Berkembang Pesat
Deputi Kesbang Kemenko Polhukam menerangkan bahwa, Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan komunikasi sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman.
“Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional (fisik), saat ini berkembang menjadi bersifat multidimensional (fisik dan nonfisik), baik yang berasal dari internal/dalam negeri maupun eksternal/luar negeri,” terang Dr Janedjri.
Faktor
Kemudian Dr Janedjri M Gaffar MSi menambahkan, Setidaknya terdapat beberapa faktor internal yang dapat menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa dan negara.
“Pertama, muncul dan berkembangnya sikap intoleransi dalam masyarakat. Kedua, semangat primordial dan lebih senang menilai budayanya lebih baik dari budaya lain serta tidak memberikan penilaian yang adil terhadap berbagai budaya yang berbeda-beda. Ketiga, politik identitas dan SARA,” ucap Deputi Kesbang Kemenko Polhukam.
Sementara itu, Deputi Kesbang Kemenko Polhukam mengatakan faktor eksternal yang menjadi ancaman terhadap keutuhan bangsa dan negara, antara lain bersumber dari pengaruh globalisasi yang tidak terkelola secara baik.
“Globalisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi telah mengubah hubungan antar-bangsa dan antar-manusia dalam membangun hubungan sosialnya. Dengan teknologi, informasi, dan komunikasi yang ada, batas antar-bangsa dan negara nyaris tidak ada lagi,” ucap Dr Janedjri .
“Secara lebih khusus, media sosial menjadi sarana pertukaran informasi dan sarana komunikasi tanpa filter, sehingga halhal negatif dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa dengan mudah masuk dan mempengaruhi cara pandang dan berpikir anak bangsa,” imbuh Dr Janedjri.